CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 28 April 2015

Miss That moment

(kiri ke kanan: ka' Yanti, Ria -mama Diana-, Eshie -mama Al-, Ihan, Saya, Fira -mama Kiki, dan Sri.)

Sedang menghadiri acara nikahan, tapi lebih terlihat seperti ibu-ibu yang sedang arisan :D
Rindu ibu-ibu muda ini,
lawakan aneh-nya, cekikikan khas dewasa labil-nya, percakapan heboh tentang masa SMA,
dan obrolan membingungkan tentang popok bayi, susu formula dan uang bulanan yang tidak pernah cukup.
Topik yang sama sekali asing bagi dua cewek berbaju ungu :)

Kamis, 09 April 2015

Ritual Pagi

-9 April 2015-
Pukul 06.16 WITA






Seberkas cahaya matahari mengintip dari celah jendela kamarku. 

Tidak ingin melewatkan ritual pagi, membuatku bergegas turun dari tempat tidur. Berjalan perlahan menuju ruang keluarga, berhenti sejenak untuk menyibakkan tirai-tirai jendela di ruang tamu. 
Melangkah melewati dapur, mengabaikan suara berisik cobek beradu dengan ulekan yang berasal dari mamahku yang sedang menyiapkan sarapan
Berjalan lurus ke arah pintu dan memutar anak kuncinya, melongokkan kepala ke luar rumah, sudah menduga matahari akan menyambutku cerah. 
Tanpa segan, ku arahkan langkah ke halaman dengan bertelanjang kaki.

Ini rutinitasku. Ritualku setiap pagi.
Menyapa matahari, menyerap semangat pagi.



Suasana pagi hari tidak pernah mengecewakanku.
Sinar matahari yang menyilaukan mata, membuat dahi berkilat dan memperjelas penampakan wajahku yang berminyak, penampilan khas baru bangun tidur. 
Sekalipun itu adalah pagi yang mendung, tidak mencegahku untuk meresapinya. 

Pagi tetaplah pagi, menandai hari baru, selalu mampu mengalirkan semangat yang meresap melalui pori-pori, menderas di aliran darah, menciptakan adrenalin, hingga membingkai senyum di wajah. 
Tidak terkecuali dengan hari ini.

Coba saja kau berlama-lama dibawah sinar matahari pagi, rentangkan tanganmu lebar-lebar, resapi hangatnya.
Perlahan pejamkan matamu.
Rasakan angin bertiup lembut menyapu kulitmu, menerbangkan beberapa helai rambutmu. 
Lepaskan alas kakimu dan rasakan tekstur kasar rumput, batu dan kerikil bersentuhan langsung dengan telapak kakimu.
Menghidu aroma rumput yang ber-embun. 
Apa kau terkejut dengan sensasinya yang menenangkan?  aku juga.
Jangan berhenti disitu, ritual ini belum selesai. 
Sekarang, edarkan pandangan ke sekelilingmu. 
Apa yang kau lihat? Apa yang terdengar olehmu? Apa yang kau rasakan?



Tepat di hadapanku ada laut, permukaannya berkilauan tertimpa cahaya matahari. 
Di sebelah timur ada matahari bersisian dengan awan dan gunung. 
Jalanan di bawah sana masih lengang.
Di sisi lain halaman, beberapa buah jambu yang sudah terlalu matang terserak di bawah pohonnya.
Bakal bunga menguncup, siap untuk mekar. 
Kicau burung bersahut-sahutan dari arah hutan di belakang rumah.
Butir-butir air sisa hujan semalam bergelantungan di tali jemuran, sebelum akhirnya jatuh dan membentuk genangan-genangan lumpur kecil di permukaan tanah.
Ku sapukan pandangan ke arah langit, masih ada sedikit semburat merah sisa subuh di sana. 

Rasa syukur ini.  Apa kau juga menyadarinya?



Segala hal mengenai pagi, menuntun bibirku bergerak mengucap Alḥamdulillāh... Alḥamdulillāh. 
Segala puji bagi ALLAH, karena masih mengizinkan ku bertemu pagi. 
Rasa syukurku tidak hanya untuk pagi ini, tapi juga untuk semua pagi sebelum ini dan pagi yang akan datang. 
Untuk semua hal yang terjadi dalam hidupku yang saya yakin berasal dari ALLAH SWT. 
Untuk semua yang sudah saya miliki dan yang akan saya dapatkan.  
1, 2 atau beribu ucapan syukur tidak akan mampu menandingi apa yang telah diberikan-Nya kepadaku. 
Saya tau. 
Dan saya juga tau bahwa ALLAH SWT maha mengetahui, sekalipun untuk rasa syukur serupa titik.. 

Baiklah, ritual telah usai.
Mari kita lanjutkan hari, salurkan semangat pagi ini dimulai dengan menyeduh 1 gula, 2 krimer dan sebungkus kopi instan.
Ah, ya! dan sepiring nasi goreng buatan mamah  






Rabu, 01 April 2015

save my heart

Saya tidak suka hal yang bersifat repetitif.
Topik yang ber-ulang, selalu sukses membuatku merasa bosan.
Tapi sekarang, saya seakan dipaksa berhadapan dengan rasa kecewa yang sama hingga terasa familiar.

Tahu kenapa saya merasa begitu kecewa? karna saya berharap terlalu banyak.
hal yang menjengkelkan dari situasi ini adalah, tidak ada orang lain yang patut untuk disalahkan. Karena sayangnya ini murni kesalahanku sendiri.

Dan, ya... saya yang dengan lengah membiarkan diriku berharap terlalu banyak dan kemudian harus merasakan kecewa untuk --entah untuk kali keberapa.
Tapi setiap kali, selalu terasa lebih mengecewakan daripada sebelumnya. 
Dua kali lipat. 
Berlipat-lipat. 
Bertumpuk dan meruncing. 
Menusuk kesadaranku. 
Membawaku pada satu kesimpulan.

Tidak akan ada lagi rasa kecewa pada hal yang sama melebihi ini. Tidak akan!

Karena lebih dari yang ku perkirakan, tumpukan kekecewaan ini sudah terlalu besar untuk ku abaikan.
Seperti balon yang kehilangan ikatan, berputar-putar di udara sebelum jatuh terkulai di tanah. 
Begitu juga aku.

Saya merasa perlu untuk menyudahi ini.
Saya tidak bisa lagi meluangkan waktu untuk memimpikanmu, sedangkan apa yang bisa kau berikan untukku hanyalah rasa kecewa.
Perlu kau tahu, saya wanita yang egois. 
Dan sayangnya, situasi ini berat sebelah.
Menaruh perasaan ku kepadamu, membuatku menjadi orang lain. 
Saya merasa kehilangan diriku sendiri.
Saya sudah sampai pada batasku, kenyataan saya bisa bertahan selama ini, anggap saja sebagai penghargaanku terhadap perasaaanku sendiri.

Saya akan pergi dari kisah cengeng ini.
saya akan menjemput senyumku kembali dengan memiliki setidaknya satu kisah menyenangkan tentang hati yang berbunga-bunga atau senyum yang mengembang dengan sendirinya tanpa bisa dicegah.
mungkin memang bukan denganmu. 
tapi hei! dunia ini tidak hanya berisi kau saja bukan?
jadi saya akan mulai upaya penyelematan hati-ku.. Dimulai dari perjalanan ini!